Monday, January 31, 2011

a drama mom

Call me a drama mom.

Sejak pertama kali mengetahui ada sesosok insan dalam tubuh saya (halah), reaksi pertama saya adalah panik.
Aduh, bagaimana ini? Saya mau jadi ibu? Sudah siapkah saya jadi ibu? What if I did something wrong? What if I cant be a good mom?

Hold on.. ini artinya saya harus menjaga tubuh saya baik-baik, jauh lebih baik dari sebelumnya.
Karena sekarang, saya hidup bukan cuma untuk saya lagi, tapi berdua!.
Napas untuk berdua, makan untuk berdua, goyang untuk berdua (loh, kok ini malah jadi dangdut?)
...itu artinya, saya nggak boleh pecicilan, jalan kayang, koprol sambil leloncatan lagi.
...itu artinya, saya nggak boleh sering-sering ke gym, olahraga yang berat-berat dan bahaya macam loncat indah, lari marathon, karate, pencak silat, snowboarding atau ski (halah gaya, emang gak pernah juga!)
...itu artinya, saya nggak boleh begini dan begitu dan harus lebih begindang.. etc..

Saya mulai baca banyak majalah, tapi kok bukannya tambah ilmu malah tambah bingung dan parno? Kok ternyata banyak yah 'penyakit-penyakit' aneh yang bisa mengancam kesehatan bumil dan janin. Semakin banyak info yang saya terima terkadang justru semakin membingungkan. Si A bilang begini, si B bilang begitu. Banyak teori yang bertolak belakang.

Saat 'Tuan Puteri' lahir, kepanikan semakin memanas.
Karena sekarang bukan cuma satu drama-queen yang harus terlibat dalam pengambilan keputusan, tapi DUA!
Dan walaupun si princess 'cuma' sesosok bayi mungil, imut-imut dan (kelihatan) tidak berdaya; tapi dia sudah sanggup 'mengemukakan pendapatnya' dengan cara yang jauh lebih efektif dibanding para negosiator canggih di muka bumi ini. Misal, kalau dia memutuskan untuk minum susu saat itu juga, maka dia akan menjerit sekuat tenaga, nggak peduli apakah dokter bilang kalau minumnya harus 4 jam sekali, atau kalau mama lagi sibuk di kamar mandi, atau kalau itu jam 2 pagi!
Dilema-dilema pun semakin banyak dan keputusan yang diambil pun terasa semakin berat karena menyangkut hajat hidup cewek mungil cantik itu. Gimana kalau saya salah ambil keputusan? Gimana kalau ini bukan yang terbaik untuk si Neng? Seperti yang pernah saya ceritakan di sini ini, saya pernah 'histeris' beberapa saat setelah meliharkan karena.. I'm just afraid that I cant be a good mom and ruined everything for my darling lil girl.

U know.. I used to be brave, independent, the kindda girl who knew what she wanted and was not afraid to face the challenge. Moto saya: bring it on! Atau kayak slogan nike: just do it. Gak kebanyakan mikir and kuatir. Tapi sejak si neng muncul, segala sesuatu harus dipikir beribu kali kayaknya..

Tapi saat itu saya menghibur diri sendiri dan berpikir bahwa 'things will get easier'. Saya akan terbiasa menjadi mama. Saya akan terbiasa mengambil keputusan-keputusan yang harus diambil. Saya akan semakin belajar dan gape dan nggak kebingungan lagi. Saya akan jadi mama yang keren, pede, bijaksana. Pokoknya mama canggih deh!

Boy, was I wrong.

Setelah 6 tahun lebih menjadi mama (7 tahun kalau dihitung dari masa kehamilan), saya merasa saya masih belon pantas naik level.
Buat para mama (yang punya anak lebih muda dari saya) yang membaca postingan saya kali ini dan berharap 'mendapat pencerahan' atau berharap bahwa ada happy ending dalam tulisan saya, well.. I'm sorry to disappoint you girls.. tapi saya masih segagap 6/7 tahun yang lalu.

Kalau boleh jujur, bahkan saya merasa dilemma-nya lebih banyak dibanding waktu Neng masih baby. Kalau dulu kan mungkin paniknya lebih ke masalah 'tehnik ' dan 'fisik'.. err.. contohnya tehnik minumin susu, meniduri (eh, menidurkan), ngasih obat, mandiin, dan sebagainya.. sekarang masalahnya lebih ke 'psikologis'; misalnya, menetapkan disiplin, pembentukan karakter, dsb.

Satu yang selalu menjadi pertanyaan saya adalah; am i being soft or too strict?
Maksudnya gini, saya tuh pengen Neng kelak jadi wanita yang disiplin dan tegar, nggak menye-menye, nggak kolokan, dan tahan banting. Jadi saya berusaha untuk bersikap tegas sama dia, tapi kadang, saya bertanya... apakah saya tegas, atau galak? hihi.. tipis bedanya. Atau kalau Alyssa mulai gak nurut, dan saya mulai marah, abis itu pasti nyeseeel deh.. walaupun saya sadar, kadang marah emang perlu.. tapi tetep..nggak tega euy!
Ngerti kan dilema saya???

Atau contoh lain, misal saya pengen Alyssa belajar setiap hari. Malahan waktu baru lulus TK kemarin, saya mencanangkan untuk 'memaksa' Alyssa belajar minimal satu jam perhari 4 kali seminggu. Tapi suami saya langsung protes, katanya kasihan Alyssa, sejam itu kelamaan. Saya bilang, though, she just has to learn ! dunia in kejam, persaingan tajam, you just have to work hard! (am i being to ambitious?)
ternyata oh ternyata, pada kenyataannya, begitu SD, nerapin belajar 10 menit aja susah.. dan saya baca  tips kalau ternyata anak seusia Alyssa cukup 15 menit aja belajarnya..

Contoh lain lagi, saya pengen ngajarin Alyssa untuk semakin mandiri, karena dia kan udah SD.. udah gede, jadi dia harus ngelakuin semua sendiri, nggak diladenin lagi (sebenernya sih dia juga udah bisa, tapi suka males.. hihi). Apalagi al kan anak tunggal, saya nggak mau dia jadi 'kebawa manja' karena semua perhatian dan waktu kita tercurah untuk dia. Tapi... di satu sisi, saya suka mikir.. ahh... mumpung dia masih mau dimandin saya.. mumpung dia masih mau dipangku-pangku saya... mumpung dia masih mau dikelonin saya...  jadi kenapa nggak saya manja-manjain, kolok-kolokin selagi dia masih imut begini????

You know, time flies.
Itu juga saya rasain banget... apalagi sekarang, saat si neng kadang berasa udah kayak anak ABG.
Sekarang ini saya menikmatiiiii banget peluk-peluk Alyssa atau mangku alyssa pas nonton tipi. soalnya saya selalu berpikir, kapan lagi? berapa lama lagi dia mau nonton tivi sambil dipangku saya?
jadinya, ya gitu.. hari ini saya nyap-nyap nyuruh dia ngelakuin apa aja sendiri.. besokannya saya perlakukan dia seperti bayi.. hihi

Anyway, jadi intinya saya selalu kewalahan menerapkan balance, antara mendidik Alyssa kedisiplinan dan membiarkan Alyssa bermain menikmati masa kecilnya, sepuas-puasnya.

Even after 6/7 years, the worries still linger..
the dilemmas still wont go away..
the questions become even more difficult..
the challenges are more exciting...

Nah, kalau udah setres begini, saya selalu kembali ketiga 'pedoman' saya.
1. Serahin sama yang di ATAS. DIA pasti bantu saya jaga si Neng.
2. Inget kata Jo beberapa tahun yang lalu saat saya curhat menyampaikan kekuatiran saya 'Look at her. She's healthy, happy, and smart. It means, we're doing quite ok."
3. Hmm.. point no 3 ini panjang.. saya ceritain di paragraf selanjutnya yah :)

Oke, poin no 3.
Sebagai mama, saya tentunya pengin yang terbaik untuk Alyssa. tapi apa yang terbaik menurut saya juga terbaik untuk Alyssa?
Oh ya, saya pengin dia cerdas, sukses,  gaul, tajir, punya karier hebat.. but at what costs?
apa dia juga pengin mendapatkan itu semua? Apakah keambisiusan saya harus dibebankan ke dia?
Dan... jreng jreng jreng, benarkah itu memang yang saya mau? Atau jangan-jangan, itu semua cuma buat gensi saya aja? Biar dibilang hebat, sudah membesarkan anak meraih sukses.. Dan.. betulkah saya akan lebih bangga sama Alyssa seandainya Alyssa jadi dokter dibanding kalau dia 'cuma' jadi.. ibu rumah tangga yang mungkin dianggap kurang 'bergengsi' (note: bukannya saya melecehkan peran SAHM yah...)?

So finally, i asked my self this. Seandainya saya ketemu Aladdin, yang bisa mengabulkan 3 permintaan saya untuk Alyssa... apa yang akan saya minta? atau seandainya saya cuma punya waktu 5 detik untuk menyampaikan pesan terakhir saya untuk neng.. apa yang akan saya bilang?

Well, ini yang akan saya minta/pesan untuk alyssa:
1. be happy
2. respect others and be responsible
3. love life!

Oya.. satu lagi (loh nambah?!)..
saya pengin alyssa mengejar cita-citanya.. apapun itu bentuknya.
tapi satu hal yang harus dia ingat, sebelum dia berjuang, she has to be sure that it is indeed her passion, her own dream.
Bukan karena ikut-ikutan gengsi atau cuma mau menyenangkan/mendapat pengakuan pihak lain..

so, go ahead, call me a drama mom.
I just want the best for my baby, and above all... i want her to be happy!


4 comments:

  1. couldn't agree more fan! emang ga ada abisnya ya dilema jadi ortu, apalagi dengan banyaknya sumber informasi seperti sekarang ini. emang follow your instinct aja deh jadinya haha...

    dan gw suka poin nomer 3, kadang kita lupa apa yg anak mau dan hanya mikirin kepentingan kita doang. padahal kt juga ga mau digituin ortu kan =p

    ps: si neng makin gede makin keluar bule nya yah! hahahah

    ReplyDelete
  2. Astrid: makasih :) iya, suka susah bedain 'demi kebaikan anak' atau 'kepentingan ortu'. hehe..
    si neng dulu pas baru lahir iteeeeeeem banget rambutnya, sekarang jadi kecoklatan. tapi idungnya.. tetep dong, kayak idung gue! mwhuaha!

    ReplyDelete
  3. Fan, pertimbangkan baik2 usul brilian dr gw ini yah..kl ktmu aladin dan dkasi 3 wishes, first wish itu adalah minta 10 wishes lagiiiiii doooong! Ahahaha..mental kemaruk gw :p

    I love this post so much :) di tengah ricuhnya public display of memberikan yg terbaik, golden standar entah apa itu i do agree that at the end of the day it's all about the child yak. what you think is best might not be what makes them content. Ih jd serius gini.. Yah pokonya inget2 yg aladin td ya fan! Trus tolong mintain mampir tmpt gw gituw ;)

    ReplyDelete
  4. Lei: CERDAS! GENIUS!
    iya ntar aladinnya gue minta mampir. Ehh.. tapi entar jatah permintaan gue abis. gak mau ah *pelit* huehehehe

    ReplyDelete