Throw your hands up at me
All the honeys who makin' money
Throw your hands up at me
All the mommas who profit dollas
Throw your hands up at me
All the ladies who truly feel me
Throw your hands up at me
(Destiny's Child)
Sabtu sore ini saya nongkrong di depan TV yang kebetulan lagi nayangin lagu-lagu bertema 'what girls want' dan jreng..jreng, muncullah lagu lawas Destiny's Child 'Independent Women'.
Oh how i love the song!
Langsung deh saya bernostalgia, terkenang masa-masa di mana mbak Beyoncé, Kelly dan Michelle menemani saya
Tadinya, saya lebih suka lagu Jumpin'-Jumpin dan Survivor dibanding Independent Women (IW). Tapi kejadian beberapa tahun lalu membuat saya menaikan ranking lagu IW ke urutan teratas lagu Destiny's Child favorit saya.
Ehm, sebelum cerita sampai berbusa-busa, mungkin sebelumya perlu saya ceritakan dulu latar belakang saya dan siapa saya. *jabattangan*.
I was raised by a single mom. A tough, independent, you-dont-wanna-mess-with-her, type of woman. Nggak cuma itu, tapi saya juga dibesarkan oleh wanita-wanita macan *bukan TRIO MACAN yah* yang menurut saya super tough dan akan membuat Ibu Kartini tersenyum bangga di alam sana.
Intinya, semua perempuan di keluarga besar saya itu pasti working woman. Mau gak mau, dan entah disengaja apa nggak, dari kecil saya udah punya opini bahwa being an independent, working woman is a must. Cita-cita saya dari dulu adalah jadi wanita karir. Terserah deh karir apaan, yang penting punya kerja dan keliatan keren pake blazer dan rok span bawa tas kerja plus mungkin tambah kacamata biar keliatan tambah intelek! Haha.
Bahkan saking setianya saya dengan cita-cita jadi working woman, saya malah nggak kepingin buru-buru nikah. Bayangan saya, i wanted to have a single fabulous life first before tying the knot. Ntar aja nikah dan punya anak kalau udah di atas 30-something. Yang penting karier dulu. Pesta dulu. Hura-hura dan bergaol yang banyak.
Tapi ternyata, rencana saya dianggep kurang bagus sama Gusti Allah. Dia menurunkan seorang pangeran buat saya yang bikin saya terklepek-klepek dan lupa gitu aja sama cita-cita saya.
Eh nggak ding, nggak lupa.. saya masih ingat sejelas-jelasnya tujuan saya tapi saya juga sadar sesadar-sadarnya kalau saat itu saya harus memilih.
Cita-cita atau cinta?
Saya pun memilih
So i left everything behind.
I was jobless and broke but i was happy.
Sampai suatu hari dua orang perempuan yang saya kenal menyanyikan lagu Independent Women, dan tepat pada bagian refrain -
The shoes on my feet, I've bought it, The clothes I'm wearing- mereka sengaja nyanyi keras-keras dengan mata melirik ke arah saya, dan sepatu saya, dan baju saya, dan cincin saya, dan jam saya.. dengan pandangan yang berkata 'but all the things you have, Fanny, were bought by your husband'
I've bought it, The rock I'm rockin', I've bought it
'Cause I depend on me
If I wanted the watch you're wearin', I'll buy it, The house I live in
I've bought it, The car I'm driving, I've bought it
I depend on me
Something in my heart broke.
I felt humiliated. i wanted to yell at them that i used to be able to buy the things i want with my own money.
Dan walaupun saya tahu kalau saya nggak seharusnya merasa malu karena toh semua barang yang saya punya dibeliin sama suami saya, so what? Kan bukan dibeliin sama suami orang!!!
But still, i promised my self that one day, i will stand up on my two feet again. I will, earn money, on my own.
Years passed, dan saya masih ingat jelas kejadian tersebut. Apalagi menjadi istri seorang 'bule', saya sering banget dianggap 'lo enak suami bule pasti tajir tinggal ongkang-ongkang kaki aja'.
Hffffpppfff...
Semua kombinasi di atas: background saya, ambisi saya, cemoohan orang membuat saya bertekad bahwa suatu hari nanti, saya bakal kejar mimpi saya lagi. Pokoknya saya harus jadi working woman lagi. Titik.
Singkat kata, setelah perjuangan yang berdarah-darah (halah!), pada akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk jadi working woman lagi. Untuk bisa jadi 'independen', punya aktualisasi diri and all that.
And i am actually happy and proud and feel blessed for it. Dan biarpun saya sering banget ngomel-ngomel dan stress masalah kerjaan, saya tetep senang bisa menjalankan apa yang emang sudah jadi cita-cita saya.
In a way, my job it's a kind of sanctuary where i can be myself. Not as a wife, or mommy. Just Fanny.
But still, the first 3 years in our marriage, when i was jobless, not able to earn my own money, thought me a lot of things.
* saya belajar bahwa ternyata, peran 'ibu rumah tangga' itu berbeda dengan yang saya bayangkan sebelumnya. Ternyata menjadi IRT itu nggak gampang bahkan termasuk satu 'job' tersusah, terstress dan ter'underpaid' sedunia!
saya yang dulu suka mencemooh profesi ini, jadi kebuka matanya dan jadi sangat menghargai peran IRT.
* saya juga belajar buat, mengandalkan suami saya, bahwa he can take care of me too.. hihi.. (ya gitu deh pokoknya, susah euy ngomongnya!)
* saya belajar untuk gak gensian, memulai semua dari nol lagi, ngerasain rasanya di 'bawah', dihina dina orang, disepelein, and actually, it's ok!
* saya belajar that in the end, it's what you and your loved one think that matter the most, bukan 'apa kate mereka'.
* saya juga belajar bahwa tiap orang itu beda. Apa yang cocok sama saya belum tentu cocok sama orang lain.
* saya belajar untuk gak menilai orang sembarangan hanya dari penampilan, atau statusnya.
Sekarang, dua perempuan yang dulu 'nyanyiin' saya itu , udah nggak berani lagi nyanyi lagu IW depan saya :)
Kalau Destiny's Child bilang 'Ladies, it ain't easy bein' independent',
Saya mah bilang, 'Ladies, it ain't easy bein' a woman. Independent or not.'
:)
setujuh fan! jadi cewek emang susah..apapun keputusan yang diambil pasti aja masih ada yg salah di mata org..yang penting mah yang bikin kita hepi ajalah yaaaa =D
ReplyDeleteAstrid : iya Tid, untung gue bawaannya emang lempeng dari dulu, suka gak peduli orang mo ngomong apa. gue cuma mau dengerin kata orang kalau dia kasih gue duit *murahan*. hihi
ReplyDelete