Hhmmph.. tarik napas dalem-dalem… yak, mulai!
Dear Diary,
Jiyaaah…
Jadi pan ceritanya begini.. I felt terrible lately.
Gak tau kenapa. Cuma sebel kesel bete dan geregetan jadinya geregetan.. gitu deh.
Masalahnya gue nggak tau kenapa masalahnya.
Dan karena gak tau akar masalahnya, gue juga gak bisa cari solusinya. Pokoknya bete. Titik.
Rasanya tuh kayak PMS parah.. setiap hari, selama beberapa bulan, and it’s getting worse.
Kebayangkan? Kalau PMS tuh yang jadinya serba salah, tegangan tinggi, dan bawaannya ‘lu senggol gue bacok’ gitu.
Trus saya juga jadi maleesss banget kerja.
Gak bergairah begitu deh…
Kadang-kadang, I feel guilty with the way I feel.
Kok kayaknya gak bersyukur yah. Sepertinya I’m just being a spoiled brat who complains about everything. Padahal sebenernya saya bersyukur, dan seperti yang udah dibilang di atas, nggak ada masalah apa-apa, Cuma perasaannya aja yang gundah gulana gelisah tak menentu begituh.
Sampai-sampai, saya berpikir, mungkin ini masalah kesehatan. Hormonal? Kurang zat besi? Hypo/hyper –thyroid? Atau burn-out? Atau saya lagi ada di titik jenuh?
Saat sedang males-malesnya kerja begini, saya jadi ‘kangen rumah’
Jadi lebih pengen santai-santai di rumah, spending time with Alyssa and more tempted to be domestic goddes ajah.
Suddenly I realized how quickly time flies, tau-tau neng Al udah gede banget yah (yey.. kemana aja lo Pan!)
I wish I could be more involved in her daily routines, in her school activities, etc.
I also wish I could have more time for.. myself
Akhirnya saya membuat keputusan untuk minta kerja paruh waktu. Bukannya 5 hari seminggu seperti biasa, tapi jadi 4 hari seminggu.
Bersamaan dengan itu, saya juga ke dokter, just to make sure I’m physically ok. Di sana saya dikasih vitamin dengan embel-embel ‘if you still feel bad, comeback and I will have you checked more thoroughly’.
A couple of weeks later, I do feel slightly better. The world is not as dark as it used to be (ya ampun drama banget, seharusnya judul postingannya diganti ‘catatan harian seorang depresif, haha).
Nggak tau apakah itu efek vitamin yang dikasih dokter, ataukah efek keputusan yang sudah saya ambil untuk kerja part time (walaupun keputusan dari pak bos belum keluar, so masih ada kemungkinan gak diapproved), yang jelas saya merasa lebih ‘plong’.
Kayak kentut yang selama ini ditahan dan bikin mules berhasil dikeluarkan dengan puas dan meriah (halah, analoginya..)
Saking plongnya, saya malah mikir, ah kerja full time juga gak papa kok..
Mungkin, ada baiknya tetep kerja fulltime
Mungkin sebaiknya saya ke pak bos mencabut permintaan saya.
Jadi gaji dan jatah cuti pertahun nggak harus berkurang.
Hihihi
Tapi.. terus saya mikir. Ah, it is not only about $$$
Duit mah kalau dipikirin gada habisnya Jek!
Tetep ajah nggak cukup.
Kalau yang basic udah tercukupi, pengen yang lebih…
And what’s the point of having all the ‘luxury’ things in the world if you (unsubconciously) end up missing the most essential thing (eg. time for your kid)
Jadi saya memutuskan untuk tetap meminta kerja part time.
Saya juga seneng, karena itu artinya keputusan ini saya buat dengan alasan yang ‘kuat’. Bukan Cuma karena saya ‘males’ kerja.. karena kalau itu alesannya, kok kayaknya melarikan diri dari tanggung jawab yah? Just because gue males, gue suntuk, gue bete, langsung berhenti.
I don’t want to be a quiter..
Pada akhirnya saya bersyukur dengan ‘kegalauan’ saya. It somehow opened my eyes. Mungkin ini cara Tuhan mengingatkan saya, ‘Heh, Fan, apa sih yang lu cari? Yang lu kejar? Beneran lo nggak nyesel kalau 10 tahun lagi, lo nyadar kalau lo udah kehilangan masa-masa kecil Alyssa, Nggak bisa nganterin/jemput dia sekolah lagi atau nguber2 bikin peer? Yakin lo yakin? Pasti? Bener? Sure?” (eh ini sebenernya dialog ama Tuhan apa bossman-nya chaos@work yah? :) )
Sayapun makin mantep dengan keputusan itu
Lalu kenapa saya nggak minta berhenti aja sekalian?
Hmm.. karena saya tau saya bukan tipe domestic goddes sejati. I don’t underestimate full-time mom, yah. Don’t get me wrong. But it just not me.
Saya mungkin bukan Fanny yang dulu lagi (halah).. but I’m still me. Masih ada sisa keambisiusan dan gengsi yang gak terima kalau saya nggak bisa mensupport (at least) diri saya sendiri. I have to be able to say, I bought this with my own money. Money I earned, by working hard! Gitu deh kira-kira.
Mungkin juga karena saya dibesarkan dalam keluarga yang cewek-ceweknya ‘perkasa’ semua yah, tipe-tipe wanita karir gitu. Plus, I think still having a job allows me too have ‘a world of my own’. Dunia di mana saya adalah FANNY. Bukan istrinya mas bule, atau mamanya neng al. Tapi Fanny. You know, that
Lagian saya seneng aja ngebahas kerjaan (atau lebih tepatnya bitchin’ about work) tiap malem sama suami saya. Plus, saya inget betapa berbinar-binarnya mata mama saya kalau lagi cerita soal kerjaannya. Kayaknya ada satu achievement, kebanggaan yang diraih untuk diri sendiri. i still want all that for myself!
So well,
Kesimpulannya saya sekarang merasa jauh lebih baik dibanding a few weeks ago.
Kalau waktu itu saya ngerasa ‘lo senggol gue bacok’, sekarang rasanya lebih ke ‘lo senggol, gue tampol. Bolak-balik’
Hehehe, yah pokoknya, intinya, not so gloomy anymore, duehhh!!!
Saya harap, kantor saya setuju dengan rencana saya untuk kerja part time, dan hopefully, memang itu yang terbaik untuk saya dan keluarga.
Pada akhirnya, saya semakin percaya kalau everything happens for a reason.
Maturnuwun, Gusti.
No comments:
Post a Comment